Pengantar Gereja Katolik dalam proses penghayatan imannya mengakui dan menyatakan bahwa perkawinan merupakan suatu lembaga yang mendapat keteguhan didasarkan atas ketetapan ilahi dan suci sifatnya. Gereja Katolik menyatakan bahwa perkawinan antara seorang pria dan seorang wanita yang telah dibaptis diangkat oleh Kristus dalam martabat Sakramen dan

- Pernikahan menjadi momen sakral dalam kehidupan dua insan manusia yang terikat dalam ikatan janji suci. Di dalam agama Katolik yang mengenal prinsip monogami, pernikahan juga bersifat tak terpisahkan. Amanat ini tertuang langsung dalam Injil Matius 196, “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia." Prinsip tak mengenal perceraian lalu dipertegas oleh Yesus Kristus dalam Markus 1011-12. “Lalu kata-Nya kepada mereka "Barangsiapa menceraikan istrinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinaan terhadap istrinya itu. Dan jika si istri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zina." Jagat selebritas tanah air disegarkan dengan berita terkait pernikahan kedua penyanyi Delon Thamrin dengan Aida Noplie Chandra pada Jumat 8/11. Tentu bukan hal yang aneh ketika dua sejoli memutuskan untuk mengikat hubungan dalam suatu pernikahan. Sumber Instagram delonthamrinofficial Menjadi permasalahan ketika Delon dan Aida, penganut agama Katolik ternyata melangsungkan pernikahan secara Katolik, usai sebelumnya berstatus sebagai suami dan istri orang lain. Seperti yang diketahui, Delon sebelumnya telah menikah dengan Yeslin Wang, 20 Mei 2011 di Gereja Katolik Petrus Paulus, Mangga Besar, Jakarta. Sementara Aida ialah janda dari Andy Setiawan, yang bercerai di pengadilan Semarang pada 2013 lalu. Aida sudah dikarunia dua anak dari pernikahan sebelumnya, sementara Delon belum mempunyai anak dari perkawinannya dengan Yeslin. “Kita sudah diberkati dan secara sah, secara sipil negara dan juga secara rohani kita sudah sah. Sekarang adalah resepsinya. Kita pemberkatan di gereja, secara Katolik dan diberkati secara sah,” kata Delon saat diwawancarai sebuah program televisi swasta di kawasan Grand Hyatt Jakarta, Minggu 10/11. “Pernikahan kita sah secara Katolik. Banyak bertanya kenapa bisa? Itu adalah kita dikasih dispensasi seperti apa. Itu intinya kita sudah sah dan diperbolehkan untuk menerima pemberkatan,” ucap Delon menambahkan. Sumber ZAL/ Hal ini tentu mengegerkan para fans atau masyarakat Indonesia yang beragama Katolik. Pasalnya, seperti tertuang pada ayat suci di atas, seyogyanya tidak ada perceraian dalam agama Katolik, kecuali diceraikan oleh kuasa Allah, yakni melalui kematian itu sendiri. Lantas dispensasi macam apa yang mampu membatalkan hukum Allah yang tertulis dalam Kitab Suci itu sendiri? Delon sendiri sempat mengunggah foto-foto momen pernikahannya di Gereja Hati Kudus melalui akun Instagramnya, delonthamrinofficial. Penelusuran pada akun tersebut, Senin 11/11, sekitar pukul menemukan beberapa warganet yang turut mengomentari foto tersebut. Jamak ditemui pertanyaan terkait diperbolehkannya Delon menikah lagi secara Katolik di gereja. Baca Juga Menikah Lagi, Delon Jatuh Cinta Pada Pandangan Pertama Penelusuran sehari berikutnya, unggahan tersebut telah dihapus. Namun jejak digitalnya masih bisa dilihat, khususnya ketika beberapa media online menjadikan foto-foto di Instagram itu sebagai foto dari berita mereka. Tidak Sah Menurut Gereja Tak mudah memperoleh informasi dalam kasus pernikahan Delon-Aida. Sejumlah institusi keagamaan Katolik terkesan menutup diri, mulai dari Sekretariat Keuskupan Agung Jakarta KAJ, Gereja Hati Kudus, Paroki Kramat, tempat Delon dan Aida melangsungkan pernikahannya, hingga Gereja Katedral. Sumber ZAL/ Jawaban justru diperoleh dari Pastor Aloysius Hadi Nugroho, Pr, Ketua 3 Paroki Kelapa Gading, Rabu 13/11 selepas Misa Harian pagi, di Gereja Katolik Santo Andreas Kim Taegon, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Romo Hadi, begitu biasa dirinya disapa lalu menjelaskan maksud pernikahan monogami dan tak terceraikan menurut agama Katolik. Sumber ZAL/ “Monogami satu lawan satu. Tak terceraikan sampai mati tidak bisa diceraikan. Ada beberapa kasus perpisahan, itu anulasi atau pembatalan perkawinan. Bukan perceraian, Katolik tidak ada kata cerai,” kata Romo Hadi. Ditambahkan Romo Hadi, pernikahan Katolik mengandung suatu konsekuensi bahwa perjanjian kedua belah pihak yang sudah dibuat tidak dapat ditarik kembali jika telah sah. Hal ini tertuang dalam Kitab Hukum Kanonik Gereja Katolik dan 2 KHK 1983. Sementara anulasi sendiri berarti terjadi impedimentum dirimens alias halangan yang membatalkan, yang membuat pernikahan ternyata cacat hukum sehingga tidak sah. Sumber ZAL/ “Sekalipun ada KDRT, tetap tidak cerai. Sekalipun mereka dipisah demi keselamatan, tidak ada perceraian. Sekalipun terlilit utang karena judi atau gagal usaha, tetap tidak bisa cerai. Makanya zaman sekarang itu ada yang misalnya pisah harta, jadi supaya nanti kalau yang berbisnis satu, terlilit utang tidak menyeret yang lain,” ujar Romo Hadi. Terkait dispensasi yang dimaksud oleh Delon, Romo Hadi menyebut itu merupakan kemurahan hati gereja, bahwa mereka tetap bisa membangun keluarga, tapi tidak secara sakramen. Karena yang sebelumnya-sebelumnya belum diselesaikan atau dianulasi. “Delon itu tetap dia tidak boleh Komuni dua-duanya dengan istrinya. Itu sebenarnya kemurahan hati dari gereja yang karena dilihat bahwa dalam kasus itu, si perempuannya Delon itu pernah menikah, Delon juga pernah menikah. Delon itu punya maksud baik juga untuk menolong perempuan ini juga,” kata imam kelahiran Jakarta, 01 September 1967. Sakramen Ekaristi atau Komuni Kudus sendiri dalam ajaran agama Katolik merupakan sakramen yang sangat suci. Ekaristi merupakan persembahan Yesus Kristus kepada umat manusia, yakni tubuh-Nya itu sendiri. Dengan dipersatukan melalui Ekaristi, maka manusia dipersatukan dengan Allah. Romo Hadi cukup menyayangkan karena kasus ini menjadi ramai. Ini tak lepas dari sosok Delon sebagai penyanyi dan selebriti itu sendiri. “Romo Purbo Ketua Tribunal KAJ yang memberikan izin bahwa mereka boleh diberkati tetapi bukan pernikahan. Demi supaya bisa keluar catatan sipilnya, supaya nanti mereka tidak digerebek sebagai orang kumpul kebo. Tetapi itu sebenarnya untuk menolong, harusnya tidak perlu diramai-ramaikan,” kata Romo Hadi. Sekadar informasi, dispensasi seperti yang diklaim Delon juga diperlukan apabila menikah beda agama. Dalam hal ini, pasangan tidak menikah secara sakramen tetapi menerima pemberkatan sama seperti Delon. Namun, Romo Hadi tidak setuju apabila pernikahan Delon dianggap sah secara gereja. “Bukan sah secara gereja. Diberkati supaya nanti dia dapat surat dari catatan sipilnya. Tetapi sebelum urusan pernikahan sebelumnya beres, ini secara gereja belum beres. Keduanya masih belum bisa Komuni,” ujar Romo Hadi. “Pasti Delon tidak mengerti kalau dia bilang ini sah secara gereja dan itu sakramen. Yang mengerti hal ini sebenarnya yang tahu hukum gereja, yang mengerti persis Romo Purbo,” tambahnya. Anulasi Menurut RD B. Justisianto seperti dilansir dari setidaknya ada 15 impedimentum dirimens halangan yang membatalkan Sakramen Perkawinan yakni usia terlalu muda, ikatan perkawinan lain masih punya istri/suami, ikatan sumpah-kekal pastor, bruder atau suster, hubungan keluarga terlalu dekat ayah-anak, kakek-cucu, hubungan semenda, mertua, menantu. Lalu hubungan yang tidak sehat dengan anak angkat, saudara tiri, kumpul kebo, paksaan atau penculikan, kriminal, perbedaan agama, impotensi pada pihak pria kemandulan pada pihak wanita, tetap sah, tipu-muslihat mengenai sifat jodoh ternyata penjahat besar atau pembunuh, menolak sifat dan tujuan perkawinan, menentukan prasyarat perkawinan, perkawinan di luar gereja. Terakhir ialah tidak waras mental. Sumber ZAL/ Romo Hadi tidak tahu persis untuk kasus Delon dan Aida, apakah mereka sedang menjalani proses anulasi untuk membatalkan perkawinan mereka sebelumnya masing-masing atau tidak. “Saya tidak bisa terlalu banyak bilang ya atau tidak, karena ini semua kasuistik. Jadi misalnya, saya tidak tahu apakah misalnya pernikahannya dan istrinya yang dulu itu ada peluang dianulasi atau gimana. Nah itu yang tahu kasus-kasusnya itu tribunal,” ujar Romo Hadi. Sekadar informasi, Gereja Katolik melalui pimpinan tertingginya di Vatikan, Paus Fransiskus sebetulnya mulai melakukan reformasi dengan menyederhanakan proses anulasi itu. Seperti dilansir BBC, reformasi ini diumumkan setelah Paus membentuk komisi pada tahun 2014 untuk menyederhanakan prosedur pernikahan kembali dan pada akhirnya menekan biaya. “Bapak Paus kita kan murah hati, bahwa ya masuk akal pernikahannya gagal. Tapi kalau pernikahan gagal apakah mereka tidak boleh melanjutkan hidupnya, tidak boleh bahagia lagi? Nah ini Romo Purbo mencoba untuk menafsirkan itu. Tapi kalau Romo Purbo berani memberikan surat bahwa dia boleh diberkati, bukan dinikahkan, artinya kemungkinan ada peluang, untuk mendapatkan anulasi,” ujar Romo Hadi. Sebagai bagian dari kewajiban menjaga prinsip berimbang, maka sudah menghubungi Delon untuk mengonfirmasi kejadian terkait. Setidaknya sudah dua kali, yakni pada Selasa 12/11 dan Rabu 13/11. Namun, hingga berita ini diturunkan, belum ada konfirmasi dari Delon. Ketertutupan Delon agaknya bisa dimaklumi. Namun, sebagai umat Katolik, penulis merasa sulit memperoleh informasi dari gereja tentang salah satu elemen penting dalam kehidupan, yaitu penjelasan mengenai Sakramen Perkawinan Katolik. Padahal, informasi itu sangat diperlukan untuk kemaslahatan umat. BACA JUGA Cek Berita BIOGRAFI, Persepektif Klik di sini Editor Farid R Iskandar

Belumsetahun cerai dan menikah lagi, Delon mendapat dispensasi dari gereja Katolik. Menu. Terbaru Nasional ngopiDAERAH ngopiTAINMENT Kesehatan ngajiBARENG ngopiSPORT gowesBARENG Daftar Kanal. Batal . Topik menarik. Notifikasi. Pertanyaan Jawaban Perbandingan dan penandaan pernikahan dikenakan pada Kristus dan lembaga jemaat yang dikenal sebagai gereja. Mereka adalah yang mempercayai Yesus Kristus sebagai Juruselamat dan mereka menerima kehidupan kekal. Di dalam Perjanjian Baru, Kristus, Sang Pengantin Pria, telah dalam pengorbanan dan kasih memilih gereja menjadi mempelai perempuanNya Efesus 525-27. Sama-halnya ada waktu tunangan di dalam waktu Alkitab dituliskan dimana kedua mempelai dipisahkan sampai pernikahan, demikian juga pengantin perempuan Kristus dipisahkan dari Pengantin Prianya di jaman gerejawi. Tanggung-jawabnya di kala masa tunangan ialah berlaku setia kepadaNya 2 Korintus 112; Efesus 524. Pada Kedatangan Kristus Kedua, gereja akan dipersatukan dengan Pengantinnya, "pesta pernikahan" resmi akan berlangsung, dan bersamanya, persatuan kekal antara Kristus dan PengantinNya akan digenapi Wahyu 197-9;211-2. Pada waktu itu, semua orang percaya akan mendiami kota surgawi yang dikenal sebagai Yerusalem Baru, atau "kota suci" di dalam Wahyu 212 dan 10. Yerusalem Baru bukanlah gereja, tetapi mempunyai beberapa sifat gereja. Dalam penglihatannya akan akhir jaman, Rasul Yohanes melihat kota yang turun dari surga dihias "bak pengantin," yang bermakna penduduk kota itu, mereka yang telah ditebus Tuhan, akanlah kudus dan murni, mengenakan baju putih kekudusan dan kebenaran. Ada yang salah menginterpretasi ayat 9 dalam mengartikan kota kudus tersebut sebagai pengantin Kristus, hal itu tidak bisa terjadi karena Kristus mati bagi umatNya, bukan bagi kota. Kota itu dikenal sebagai pengantin karena ia meliputi semua manusia secara kolektif yang menjadi pengantin, sama-halnya jika semua anggota murid sekolah dikenal sebagai "sekolah." Sebagai orang percaya dalam Yesus Kristus, kita yang merupakan pengantin Kristus menanti akan hari dimana kita akan dipersatukan dengan Pengantin kita. Sampai di waktu itu, kita berlanjut setia padaNya dan berucap kata bersamaan dengan semua yang telah ditebus Tuhan, "Amin, datanglah, Tuhan Yesus!" Wahyu 2220. English Kembali ke halaman utama dalam Bahasa Indonesia Apakah maknanya bahwa gereja adalah pengantin perempuan Kristus? (Nama mempelai), aku mengambil engkau menjadi istri/suamiku, untuk saling memiliki dan menjaga dari sekarang sampai selama-lamanya, pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita, sesuai dengan hukum Allah yang kudus, dan inilah janji setiaku yang tulus." Setelah janji pernikahan diucapkan, kedua mempelai akan saling memasangkan cincin nikah, kemudian diteguhkan Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Artikel ini merupakan pembahasan lanjutan dari artikel sebelumnya tentang perkawinan Katolik. Dalam ulasan kali ini, akan dibahas mengenai sifat hakiki perkawinan Gereja Katolik, yakni monogam dan indissolubilitas. Bagi penulis, dua perjanjian ini yang menjadi hal yang paling penting dari Perjanjian Pranikah, teristimewa pada saat kedua mempelai menerima sakramen perkawinan. Dikatakan paling penting karena janji ini penuh konsekuensi yang bersifat seumur adalah salah satu tahap dari perjalanan manusia sebagai satu pilihan di antara dua pilihan yang menentukan jalan hidup manusia. Pilihan lain adalah pilihan untuk tidak menikah. Oleh karena perkawinan merupakan pilihan yang secara hakiki penting, maka setiap orang harus mempelajari hal ikwal seputar perkawinan. Dalam hal ini hakikat perkawinan menurut ajaran Gereja Katolik perlu dipelajari. Diharapkan agar setiap orang mengetahui dan bila pada akhir memilihnya sebagai jalan hidup, orang tidak salah dalam melangkah pada pilihan yang sangat menentukan dalam sederhana perkawinan Katolik dapat dipahami sebagai perjanjian foedus, yang dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan membentuk antara mereka persekutuan consortium seluruh hidup, yang menurut ciri kodratinya terarah pada kesejahteraan suami-istri bonum coniugum dan kelahiran serta pendidikan anak, antara orang-orang yang dibaptis, yang diangkat oleh Tuhan ke dalam martabat Kitab Hukum Kanonik, Kanon 1056, ditegaskan bahwa "Sifat-sifat hakiki perkawinan ialah monogam dan tak-terceraikan, yang dalam perkawinan kristiani memperoleh kekukuhan khusus atas dasar Sakramen". Dari kanon ini dapat dikatakan bahwa ada dua sifat hakiki perkawinan Katolik, yakni monogam unitas dan tak-terceraikan indissolubilitas. Monogam Salah satu sifat hakiki perkawinan Katolik adalah monogam, di mana seseorang hanya diperbolehkan mempunyai seorang istri atau seorang suami. Dengan demikian ajaran Gereja tidak mengakui adanya perkawinan poligami maupun poliandri. Dalam sejarah umat manusia, juga dalam Kitab Suci, semula poligami dihalalkan atau sekurang-kurangnya ditolerir bdk. Hak 8 30-31; 1 Sam 1 2; 1 Raj 11 1-8. Tetapi dalam perkembangannya, monogami makin disadari sebagai bentuk perkawinan yang lebih sesuai dengan martabat manusia. Martabat pribadi manusia begitu tinggi, kepribadiannya begitu kaya sehingga monogami lebih sesuai untuk relasi suami-istri yang intensif dan unik itu. Sifat unik ini sekaligus berarti sifat eksklusif hubungan suami-istri dalam arti mengesampingkan hubungan yang sama dengan pihak ketiga. 1 2 3 Lihat Love Selengkapnya

Unggahanviral tersebut berawal dari akun Facebook Ahmad Nurcholish. Netizen terkejut karena pasangan tersebut merupakan pasangan ke 1.424 yang menikah beda agama di Semarang, Jawa Tengah. Ahmad Nurcholish menjadi perantara antara kedua mempelai dan keluarga pengantin. Dalam keterangan unggahannya, dia menulis, tengah mendampingi kedua mempelai untuk pemberkatan nikah di gereja.

– Sudah beberapa kali saya ditanya dengan substansi bunyi pertanyaan yang sama “Dapatkah seseorang yang sudah bercerai lalu menikah lagi, bisa menerima komuni kudus?” Ada beberapa rujukkan ajaran Gereja yang bisa membantu kita menjawab pertanyaan ini, misalnya Anjuran Apostolik Familiaris Consortio 1981 dari Santo Yohanes Paulus II dan Seruan Apostolik Pascasinode Amoris Laetitia 2016 dari Paus Fransiskus. Familiaris Consortio Pada bagian FC. art. 84 yang membahas soal “mereka yang bercerai dan menikah lagi” dapat kita temukan satu penggalan paragraf yang cukup menarik “Akan tetapi Gereja menegaskan lagi praktiknya yang berdasarkan Kitab suci, untuk tidak mengizinkan mereka yang bercerai, kemudian menikah lagi, menyambut Ekaristi suci. Mereka tidak dapat diizinkan, karena status dan kondisi hidup mereka berlawanan dengan persatuan cinta kasih antara Kristus dan Gereja, yang dilambangkan oleh Ekaristi dan merupakan buahnya. Selain itu masih ada alasan pastoral khusus lainnya. Seandainya mereka itu diperbolehkan menyambut Ekaristi, umat beriman akan terbawa dalam keadaan sesat dan bingung mengenai ajaran Gereja, bahwa pernikahan tidak dapat diceraikan”. Lanjut FC masih pada nomor yang sama Pendamaian melalui Sakramen Tobat, yang membuka pintu kepada Ekaristis, hanya dapat diberikan kepada mereka, yang menyesalkan bahwa mereka telah menyalahi lambang Perjanjian dan kesetiaan terhadap Kristus, dan setulus hati bersedia menempuh jalan hidup, yang tidak bertentangan lagi dengan tidak terceraikannya pernikahan. Dalam praktiknya itu berarti, bahwa bila karena alasan-alasan serius, misalnya pendidikan anak-anak, pria dan wanita tidak dapat memenuhi kewajiban untuk berpisah, mereka “sanggup menerima kewajiban untuk hidup dalam pengendalian diri sepenuhnya, artinya dengan berpantang dari tindakan-tindakan yang khas bagi suami-istri”. Dari pernyataan FC 84 di atas, ada beberapa hal yang bisa kita tarik keluar. Pertama, bahwa pada pasangan suami istri yang perkawinannya sudah sah secara Katolik, namun bercerai dan menikah lagi atau hidup bersama dengan orang lain tanpa ikatan perkawinan yang sah, Gereja tidak dapat memberikan Komuni kudus. Kedua, ada pengecualian bahwa Komuni kudus dapat diberikan kepada pasangan, jika mereka bertobat, dan dengan tulus, tidak melakukan hubungan suami istri. Dengan lain kata, ada kebaruan yang dihadirkan oleh dokumen Familiaris Consortio di sini yakni kemungkinan mengakses sakramen Tobat dan Ekaristi bagi pasangan yang menemukan diri dalam situasi yang “tidak teratur” tapi mau bertobat, dan mengambil komitmen mengontrol diri dengan berpantang dari tindakan yang khas sebagai suami-istri. Amoris Laetitia Pada dokumen Amoris Laetitia Bab VIII yang tampil dengan judul “mendampingi, menegaskan dan mengintegrasikan kelemahan” dapat pula dijumpai pembahasan sehubungan dengan kemungkinan akses ke sakramen-sakramen “orang yang bercerai yang kemudian menjalani kehidupan baru”. Ada satu kutipan menarik dari AL “…Karena faktor-faktor yang mengondisikan dan meringankan, dimungkinkanlah bahwa di dalam suatu situasi objektif dosa –yang mungkin tidak bersalah secara subjektif, atau sepenuhnya bersalah– seseorang dapat hidup dalam rahmat Allah, dapat mencintai dan dapat juga bertumbuh, dalam hidup yang penuh rahmat dan amal kasih, dengan menerima bantuan Gereja untuk tujuan ini. Penegasan harus membantu menemukan cara-cara yang mungkin untuk menanggapi Allah dan bertumbuh di tengah-tengah keterbatasan…”. Penegasan diatas dilengkapi lagi dengan catatan kaki nomor 351 dari Amoris Laetitia yang berbunyi “Dalam kasus-kasus tertentu, hal ini dapat mencakup bantuan sakramen sakramen. Karena itu, “Saya ingin mengingatkan para imam bahwa tempat pengakuan dosa bukanlah ruang penyiksaan, melainkan suatu perjumpaan dengan belas kasih Allah”. Saya juga ingin menunjukkan bahwa Ekaristi “bukanlah sebuah hadiah bagi orang-orang sempurna, melainkan suatu obat penuh daya dan santapan bagi yang lemah”. Kebaruan dari Amoris Laetitia terletak pada luasnya penerapan dengan prinsip yang bertahap yang sebenarnya sudah ada pada Familiaris Consortio, dalam penegasan spiritual dan pastoral dari tiap-tiap kasus. BACA Rekomendasi Doa Malam dari Paus Fransiskus Lebih lanjut Kardinal Francesco Coccopalmerio dalam bukunya “Il capitolo ottavo dell’Esortazione Post Sinodale Amoris Laetitia” Bab VIII dari Seruan Apotolik Postsinodale Amoris Laetitia menjelaskan bahwa “dalam kasus-kasus tertentu” bantuan Gereja untuk mereka yang disebut pasangan “tidak teratur” untuk bertumbuh dalam rahmat “bisa” juga berarti menerima “bantuan sakramen” dengan tanpa menempatkan pantangan hubungan seksual sebagai kewajiban yang mutlak. Sebuah interpretasi otoritatif yang bisa dibilang mengatasi banyak kebingungan, keraguan dan kritik yang muncul pada tubuh Gereja saat itu dan kini terlebih dalam kaitan dengan doktrin dan pelayanan pastoral. Untuk pula diketahui bahwa saat bukunya diterbitkan pada tahun 2017, Kardinal F. Coccopalmerio masih menjabat sebagai Presiden Dewan Kepausan Untuk Teks-Teks Legislatif. Menutup ulasan singkat ini, saya mengutip dua pertanyaan dari Kardinal F. Coccopalmerio Jika Paus saja tidak mengabaikan mereka yang melakukan kesalahan, apakah sikap saya ini merugikan doktrin? Dengan menerima pendosa, apakah saya membenarkan perilakunya dan mengingkari doktrin?». Kita bisa jawab masing-masing dalam hati. Akhirnya, pertanyaan yang sering muncul dan mempertentangkan antara doktrin dan pelayanan pastoral sebenarnya adalah sebuah pertanyaan kuno yang kadang “tidak mengenal alternatif, tetapi hanya integrasi yang harmonis diantara keduanya”.
GubernurSumatera Utara, Edy Rahmayadi saat diwawancarai di rumah dinas Gubernur Sumut, Jumat (5/8/2022). Edy Rahmayadi berjanji akan memasukkan Musala, Surau dan Gereja Kharismatik sebagai penerima bantuan sosial dan dana hibah yang berasa dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 19 tahun 2022.
. 145 429 210 476 116 149 97 8

gereja yang menerima pernikahan kedua